• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Poldasu Lamban Usut Kasus Siswa ‘Siluman’ | Orangtua Bayar Berjuta-juta di SMAN-2 Medan
PERWAKILAN: SUMATERA UTARA • Rabu, 17/01/2018 • balqis
 

Medan - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Su­matera Utara Abiyadi Siregar mendesak pi­hak kepolisian Sumatera Utara, untuk segera menuntaskan proses penyelidikan ka­sus siswa siluman di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 13 Medan.

"Kita berharap pihak Poldasu bisa segera menetapkan tersangka, atas kasus yang amat merugikan dunia pendidikan daerah ini," kata Abiyadi melalui sambungan selular saat dihubungi Jurnal Asia, Selasa (16/1).

Menurutnya, Poldasu harus lebih serius lagi menuntaskan masalah kelas siluman ini. Pasalnya, meski sudah diproses sejak pertengahan Desember 2017 lalu dengan memanggil sejumlah pihak, namun hingga saat ini belum ada progresnya.

Padahal, saat dilangsungkannya video conference Kapolri dan Ombudsman pusat ber­sama semua Kapolda yang berlangsung awal Januari 2018, masalah itu juga sudah disampaikan langsung agar diberi atensi khusus.

"Kita berharap polisi bekerja ekstra untuk me­nuntaskan kasus ini karena sudah berlarut-larut," sebut Abiyadi.

Apalagi, saat ini siswa yang masuk secara ilegal itu masih tetap bertahan mengikuti proses belajar mengajar di SMAN 2 dan SMAN 3 Medan, meski pihak inspektorat dan Gubsu sudah menyatakan mereka harus pindah.

Dia juga menyayangkan sikap orangtua siswa ilegal yang tetap mempertahankan anaknya untuk terus bersekolah di SMAN 2 dan SMAN 13. Karenanya, jika pihak kepolisian bisa segera menuntaskan kasus tersebut dengan menetapkan tersangkanya, maka diharapkan juga akan mempercepat proses pemindahan para siswa itu.

"Jika para siswa itu tetap bertahan, maka mereka juga yang rugi karena tidak ada nomor induk dan data pokok pendidikan (dapokdik). Kasihan para siswa jika kasus itu tidak segera dituntaskan," kata Abiyadi Siregar.

Terkait kasus ini, sebelumnya Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting menegaskan, pihaknya akan menyelidiki pelanggaran hukum yang terjadi pada penerimaan siswa 'siluman' SMA sederajat.

"Pelanggaran hukum itu seperti tindak pidana suap (gratifikasi) ataupun pungutan liar (pungli)," kata Rina.

Dijelaskan Rina, jika terbukti telah terjadi tindak pidana suap dalam proses penerimaan ratusan siswa siluman di SMAN 2 dan SMAN 13 Medan, maka pemberi dan penerimanya akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Namun, jika terbukti pungli, maka yang diproses hukum hanya yang meminta," terang Rina.

Rina mengaku, pihaknya tetap mengikuti terus perkembangan penerimaan siswa ilegal. Polrestabes Medan telah membentuk tim untuk menyelidiki pelanggaran hukum tersebut.

Menurut Rina, pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut telah memfasilitasi siswa bermasalah untuk pindah sekolah. Kepolisian siap membantu melakukan pendataan.

"Polri siap membantu mendorong pihak terkait memindahkan siswa bermasalah ke sekolah tujuan," ujar Rina.

-Bayar Berjuta-juta

Di lokasi terpisah, ratusan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Medan menyerbu kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), Selasa (16/1). Kedatangan mereka turut didampingi orangtua untuk menyuarakan nasib siswa-siswi yang ditelantarkan di SMAN 2 Medan.

"Ada sekira 300 orang kami yang datang disini (kantor Pemprovsu) beserta orangtua juga," kata Ade Iqroh, Selasa (16/1).

Menurut Kordinator aksi, Ade Iqroh Sinaga mengatakan para siswa menuntut agar sekolah menjalankan proses belajar mengajar bagi siswa tambahan, yang tidak lulus PPDB online. Dijelaskannya, sebenarnya PPDB online itu diatur dalam Permen dan memiliki perubahan sesuai poin nomor 4 tentang Zonasi.

"Jadi siswa-siswi ini masuk dalam sistem zonasi dan itu semua terkoordinir oleh pihak sekolah, termasuk Dinas Pendidikan. Kita pun tidak mengerti juga dan tidak mungkin masuk ke SMAN 2 begitu saja. Semua ada prosesnya. Kami juga membayar uang pembangunan, uang sekolah, semua kita ikuti. Jadi para orangtua murid ini tidak mengetahui apa kronologis yang terjadi di sekolah ini," jelasnya.

Yang jelas, lanjut Ade mengatakan ketika siswa-siswi itu tidak lulus PPDB Online dan saat akan menarik berkas, pihak sekolah SMAN 2 menawarkan untuk mengikuti gelombang kedua.

"Saat kita menarik berkas, pihak SMAN 2 malah bertanya kepada orangtua mengapa berkasnya ditarik. Dan mereka mengatakan posisi anak bapak cadangan, jadi tunggu aja gelombang kedua agar bisa masuk. Karena kami

ditawarkan maka kami terima," pungkasnya.

Begitu masuk di SMAN 2, anak-anak pun mengikuti proses belajar mengajar. Mereka dapat absen, dapat buku, ujian dan kartu tanda siswa.

"Namun saat bagi raport malah tidak diberikan. Alasannya, anak-anak tidak terdaftar di dalam Dapodik," ujarnya heran.

"Kalau mau dibuka Dapodik dibuka semuanya. Dari SMAN 1 sampai SMAN 21 itu kelebihan 347 siswa, tetapi terdaftar di Dapodik. Kita punya buktinya. Jadi dinas pendidikan harus terbuka, jangan tertutup.

Dengan alasan itu anak-anak kami ditelantarkan," ungkapnya.

Ade yang menjadi juru bicara orangtua siswa itu juga sangat menyesalkan kejadian yang turut menimpa anaknya itu.

"Padahal kita sudah ngasih uang pembangunan, komite dan uang sekolah. Komite besarannya Rp3-Rp5 juta dan uang sekolah 150 ribu per bulan. Apa yang diminta sekolah kami laksanakan," jujurnya.

Oleh karena itu, Ade berharap agar siswa-siswi itu tetap sekolah di SMAN 2 dan jangan dipindahkan ke swasta karena akan menjadi beban psikologis bagi siswa-siswi tersebut.

"Jika pindah ke swasta maka mereka dibilang anak siluman, ini yang tidak kita terima. Padahal ada bapaknya dan ada mamaknya. Kenapa dibilang anak siluman , kan jadi beban psikologis," tegasnya.

Kalau pemerintah melalui Dinas Pendidikan Sumatera Utara tidak mengakomodir harapan mereka, Ade sebaliknya bertanya kenapa anak-anak itu diterima awalnya.

Kalau dari awal tidak diterima tidak apa-apa, jadi anak-anak kami tidak terdampak secara psikologis dan pihaknya tidak membuang uang.

"Jadi kita tidak ingin anak-anak itu dikatakan siswa siluman, tetapi mereka itu adalah siswa tambahan yang masuk ke SMAN 2. Karena kita pertama masuk kita ikut mendaftar sesuai prosedur dan ikut membayar uang sekolah," bebernya.

Di lokasi yang sama Usai melakukan mediasi dengan Wakil Gubernur Sumut, Nurhajizah Marpaung dan Kadisdik Sumut Arsyad Lubis. Ketua Komnas HAM Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan tanggal 23 Januari menjadi penentu keputusan nasib para siswa ilegal.

"Jadi di tanggal 23 Januari ini, kita akan bertemu kembali disini untuk melakukan mediasi bagaimana keputusan untuk masalah ini," jelasnya, Selasa (16/1) di hadapan seluruh siswa ilegal SMA Negeri 2 di Kantor Pemprov Sumut, Jl. Dipenegoro, Medan.

Namun yang membedakan mediasi ini dengan sebelumnya, dijelaskan lelaki berambut panjang ini adalah yang akan dimintai pendapatnya bukanlah orangtua atau wali melainkan anak-anak itu sendiri.

"Namun kali ini yang mau kita dengar adalah anak anak bukan orangtua, wali atau saya sendiri. Jadi solusinya ada pada kalian," bebernya.

Untuk itu, Arist meminta para siswa yang ada untuk mendiskusikan apa yang menjadi solusi terbaik untuk permasalahan yang sedang dialami mereka saat ini.

"Jadi kalian ada 6 kelas, di setiap kelas nanti di waktu tertentu berdiskusi. Kemudian tarik kesimpulan apa yang akan menjadi solusi permasalahan ini. Jangan dingat-ingat yang lalu lagi, yang terpenting solusinya sekarang. Jadi waktu yang ada dipikirkan apa yang harus dilakukan," pungkasnya. (markus/isvan/tc)


Sumber: http://www.jurnalasia.com/medan/poldasu-lamban-usut-kasus-siswa-siluman-orangtua-bayar-berjuta-juta-di-sman-2-medan/


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...