• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

ORI Bongkar Praktik Kecurangan Apotek di Kota Mataram
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA BARAT • Kamis, 07/06/2018 • nurul_istiamuji
 

MATARAM - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan NTB mengungkap temuannya terkait kecurangan yang dilakukan beberapa apotek di Kota Mataram. Kecurangan tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, meski mengorbankan pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Ketua ORI Perwakilan NTB, Adhar Hakim mengatakan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilaksanakan pemerintah dengan tujuan meringankan beban masyarakat atau memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan.

Dalam pelaksananya, selain melibatkan lembaga pemerintahan penyelenggara pelayanan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah, juga melibatkan BUMN, bahkan pihak swasta. Oleh sebab itu, konsep kerja JKN melalui operator BPJS berupaya semaksimal mungkin mengindari praktik fraud (penipuan) oleh pelaksanaan JKN.

Terungkapnya kecurangan yang dilakukan pihak apotek, berawal dari adanya laporan masyarakat. "Ombudsman sesuai kewenangannya dalam UU Nomor 37 Tahun 2008 yakni mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Kami telah mendapatkan laporan masyarakat terkait dugaan praktik kecurangan yang dilakukan oleh apotek mitra BPJS dalam menyalurkan obat bagi peserta BPJS," ungkap Adhar, Sabtu (2/6).

Dalam laporan masyarakat tersebut, adanya apotek yang menolak memberikan pelayanan obat merek-merek tertentu kepada peserta BPJS. Padahal, kondisi pasien sedang sakit kronis seperti jantung atau stroke. "Alasan pihak apotek katanya stok atau persediaan obat kosong. Padahal, pasien telah membawa resep obat yang dikeluarkan secara resmi oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP)," kata Adhar.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Ombudsman kemudian melakukan investigasi tertutup selama bulan April hingga bulan Mei 2018. "Banyak fakta kecurangan yang kita temukan di lapangan," tukas Adhar.

Sejumlah apotek yang menjadi mitra BPJS diduga kuat melakukan praktik tidak patut dengan menolak menjual obat merek tertentu. Alasan stok obat yang habis, tidak sesuai dengan temuan Ombudsman. Ombudsman menemukan apotek-apotek tersebut, justru menjual obat merek tertentu kepada masyarakat umum yang bukan peserta BPJS. "Apotek-apotek itu tidak mampu menunjukan fakta kalau obat merek tertentu memang stoknya habis. Karena saat bersamaan tetap melayani penjualan obat merek yang sama kepada pembeli umum atau nonpeserta BPJS," bebernya.

Ombudsman juga menemukan fakta lapangan, bahwa sejumlah apotek justru menjual obat merek tertentu tersebut yang memiliki label obat JKN kepada pembeli dari masyarakat umum. Padahal, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 28 Tahun 2014 tentang Manlak JKN, semestinya obat-obat yang telah memiliki label JKN hanya diperuntukan secara khusus bagi peserta BPJS.

Adanya dugaan praktik kecurangan dengan modus menjual obat yang telah memiliki label JKN untuk konsumsi umum, tujuannya untuk memperoleh keuntungan. "Obat merek tertentu yang memiliki label JKN telah dijual di atas harga net," ucapnya.

Adhar mencontohkan merek obat tertentu yang biasanya diidentifikasi sebagai jenis obat coroner kardioprotektif dijual dengan harga Rp 114.000. Padahal HET (harga eceran tertinggi, red) obat tersebut dalam Label JKN tertera hanya Rp 91.323.

Fakta tersebut sangat membahayakan dan merugikan peserta BPJS. Oleh sebab itu, ORI Perwakilan NTB telah melakukan koordinasi dengan Kantor BPJS Cabang Mataram untuk penanganan lebih lanjut. "Kita minta masyarakat peserta BPJS yang mengalami praktik tidak patut berupa fraud dan diskriminasi oleh apotek rekanan BPJS agar tidak takut untuk melaporkan ke Ombudsman atau Kantor BPJS Cabang Mataram," imbuhnya.

Kepada pihak BPJS, diminta segera menangani permasalahan dugaan praktik fraud yang dilakukan sejumlah apotek mitra BPJS dsalam menyalurkan obat bagi peserta BPJS. "Ini harus ditangani cepat. Karena sangat berbahaya," tutup Adhar. (zwr)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...