Ombudsman: Penyelenggara Pelayanan Publik di Sumut Kacau
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut by Mei Leandha
Medan: Ombudsman RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Utara menilai banyak pelayanan publik yang
diselenggarakan pemerintah di Sumatera Utara belum sesuai Undang-undang
Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Maka diperlukan
keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut Abyadi Siregar dalam
Sosialisasi dan Seminar 18 Tahun Ombudsman RI mengajak mahasiswa
terlibat aktif dalam pengawasan tersebut.
Pentingnya sinergi antara Ombudsman dengan masyarakat karena masyarakat
merupakan pengguna langsung layanan dan pengawas eksternal yang diatur
undang-undang.
"Selain itu, karena SDM kita yang terbatas untuk mengawasi 33 kabupaten
dan kota di Sumut ini, penyelenggaraan pelayanan publik kita kacau,"
kata Abyadi, Senin (26/3/2018).
Dijelaskannya, sesuai Undang-undang Nomor 25 tentang Pelayanan Publik,
harusnya setiap instansi pemerintah memampangkan atributisasi standar
layanan yang dapat dilihat masyarakat sehingga masyarakat mengetahui
alur pengurusan pelayanan. Misalnya, dalam mengurus KTP, berapa lama
jangka waktu dan tarifnya.
"Banyak yang belum melakukan ini, harusnya gratis tapi dikutip biaya.
Masyarakat harus kritis mempertanyakan standar layanan kepada
penyelenggara layanan publik karena itu haknya," kata dia.
Saat ini, pelibatan peran serta masyarakat dalam mengawasi pelayanan
publik sudah dilakukan dengan membentuk jejaring Ombudsman. Jejaring ini
menjadi perpanjangan tangan Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik.
"Karena banyak masyarakat tidak tahu cara melaporkan terjadinya
maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik," tegas Abyadi.
Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), DR Mirza Nasution
mengatakan, peran dan tugas Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas
penyelenggaraan pelayanan publik perlu diberi kewenangan penindakan
layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga dapat menekan
kasus korupsi di Indonesia, khususnya di Sumut.
Kalau memang serius, kata dia, Ombudsman sebagai lembaga negara yang
berpihak kepada rakyat tidak sekadar diberi fungsi pengawasan saja, tapi
juga penindakan. Untuk mengatasi persoalan korupsi, Ombudsman harus
setara dengan KPK yang dapat menindak pejabat atau penyelenggara negara
yang melakukan pelanggaran. Sebab, korupsi bermula dari pelanggaran
administrasi.
"KPK itu hilir, hulunya ya Ombudsman. Korupsi kan massif, terstruktur
dan sistematis. Kewenangan penindakan sangat penting karena Ombudsman
lahir di era reformasi. Tugas utamanya membantu pengawasan lembaga
legislatif yang fokusnya berpihak kepada hak-hak rakyat," ujar Mirza.
Kalau hanya pengawasan saja, lanjutnya, tidak bisa menjamin
tindakan-tindakan sewenang-wenang atau melanggar hukum oleh
penyelenggara negara atau pejabat negara bisa diberi sanksi.
"Kalau memang pemerintah ingin serius menjadikan Ombudsman sebagai
sebuah lembaga yang kuat, harus diberi hak penindakan juga," tegasnya.
Dosen fakultas hukum ini menambahkan, upaya Ombudsman membangun jaringan
dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik sudah cukup baik.
Namun akan lebih baik jika memiliki kewenangan penindakan. Apalagi
kultur masyarakat Indonesia yang tidak akan berubah hanya dengan
pengawasan tanpa penindakan.
"Kenapa harus ada penindakan? Karena mereka yang tahu, yang menangani
kasusnya. Kalau dilempar lagi ke pihak lain, siapa yang menjamin
kasusnya akan selesai?" ujarnya.
Soal kewenangan penindakan ini perlu diatur regulator, yakni DPR RI dan
pemerintah agar tidak tumpang tindih dengan kewenangan lembaga penegak
hukum lainnya seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK.
"Ini hanya soal pengaturan saja. Harus saling mendukung dengan instansi
penegak hukum lainnya. Tapi kembali lagi pada kemauan politik pemerintah
kita," katanya.
Menanggapi hal ini, Abyadi sepakat bahwa Ombudsman dan KPK saling
bersinergi dalam membangun bangsa. Dari segi pemberantasan korupsi,
Ombudsman akan memberantas praktik maladministrasinya.
"Tapi meski tidak memiliki kewenangan penindakan, rekomendasi Ombudsman
sudah cukup kuat karena wajib dilaksanakan penyelenggara negara," kata
Abyadi.
Loading plugin...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...