APBA 2018 Belum Disahkan, Pelayanan Publik di Aceh Terhambat
KBRN, Banda Aceh: Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin mengatakan, pihaknya mengibaratkan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) bagaikan mesin bagi beroperasinya pelayanan publik.
Buktinya apabila mesin tersebut ngadat dan lambat maka sudah pasti semua penyelenggaraan publik oleh Pemerintah Aceh akan lamban dan terhambat pula. Demikian diungkapkan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin, dalam acara silaturahim dan ngopi bersama wartawan di sebuah Caffe di Banda Aceh, Jumat (5/1/2018) sore
Terkait belum disahkan APBA 2018 dikarenakan berbagai alasan, baik faktor DPRA maupun Pemerintah Aceh, Ombudsman mendorong kedua belah pihak untuk segera menggelar rapat bersama agar ditemukan solusi yang arif, yang win win solution.
"Hal ini penting agar kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik,"tandasnya.
Menurut Taqwaddin, keterlambatan APBA yang terus berulang dalam benerapa tahun terakhir sungguh memalukan dan memperlihatkan lemahnya kinerja Pemerintahan Aceh selama ini.
"Karenanya, duduk bersama DPRA dan TAPA harus segera dilakukan. Tidak perlu saling arogan dan menyindir. Malah menurut saya, jika cepat duduk bersama digelar rapat maka lebih cepat diketahui masalah yang menghambat untuk dipikirkan solusi bersama mengatasi masalah tersebut," ungkapnya.
Terkait KUA dan PPAS yang belum pas dengan RPJM Gubernur Irwandi - Nova misalnya, sebut Taqwaddin yang didampingi dua Koordinator Rudi Ismawan dan Ayu Fatmawati Putri, bisa segera disesuaikan bersama jika sudah dalam satu meja yang sama.
Begitu pula halnya terkait dengan berbagai program usulan aspirasi masyarakat berdasarkan hasil reses, perlu pula dipertimbangkan bersama oleh Anggota DPRA dan TAPA.
Jika sudah duduk bersama, tentu akan lebih mudah memberi penjelasan serta pemahaman mengenai urusan pemerintahan. "Yang mana urusan mutlak pusat, urusan wajib pelayanan dasar, urusan wajib non pelayanan dasar, dan urusan pilihan, serta urusan pemerintahan umum lainnya," sebutnya.
Artinya, sekalipun program usulan tersebut berasal dari aspirasi masyarakat tetapi harus disesuaikan dengan urusan dan kewenangan Aceh serta harus pula mempertimbangkan skala prioritas yang mempercepat perlindungan, kesejahteraan, dan pencerdasan masyarakat Aceh.
Hal ini, kata Tagwaddin, penting diutamakan karena memang tujuan utama pemerintahan yang ditegaskan dalam Konstitusi. Ia memandang strategis dan pelaksanaan fungsi budgeting oleh DPRA dan TAPA dalam mengesahkan APBA demi penyelenggaraan pelayanan publik untuk masyarakat Aceh.
Oleh karena itu, Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyarankan kepada DPRA dan Pemerintah Aceh untuk segera membahas dan mengesahkan APBA demi kemaslahatan pelayanan bagi seluruh masyarakat Aceh," pungkas Dr Taqwaddin. (SA/AKS)