• ,
  • - +
Kelalaian dan Perbedaan Perlakuan yang dilakukan oleh instansi Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung terhadap Humprey Ejike Jefferson tergolong tindakan maladministrasi
Siaran Pers • Jum'at, 28/07/2017 •
 

JAKARTA – Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI, setelah melakukan kajian terhadap laporan ini, Ombudsman RI menyimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan terhadap Humprey Ejike Jefferson dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.

Pertama, pelaksanaan eksekusi mati seharusnya tidak dilaksanakan (ditunda), mengingat Terpidana Mati sedang mengajukan permohonan grasi, hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, kedua tidak diteruskannya permohonan Peninjauan Kembali kedua Humprey Ejike Jefferson ke Mahkamah Agung oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjukan bahwa adanya perbedaan perlakukan (diskriminasi) diantara para Terpidana Mati, karena Mahkamah Agung menerima berkas Peninjauan Kembali kedua atas nama Eugene Ape dan Zulfiqar Ali yang terakhir penolakan Peninjauan Kembali dan tidak digunakannya hak grasi oleh Humprey Ejike Jefferson seharusnya dapat segera ditindaklanjuti dengan melaksanakan eksekusi.

Mempertimbangkan sebagaimana tersebut diatas, Ombudsman RI memberikan saran kepada Kejaksaan Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.

Kepada Kejaksaan Agung RI
Pertama, Agar memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal 15 Juni 2016, yang menyatakan bahwa Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yaitu tentang pembatasan jangka waktu pengajuan grasi 1 (satu) tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Kedua Kejaksaan Agung RI melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaaan eksekusi mati, terutama mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya yaitu hak atas informasi

kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 (tiga) kali 24 jam.

Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, agar menerapkan ketentuan teknis pengajuan peninjuan kembali (PK) tanpa diskriminasi kepada siapapun.
Kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung

  • Pertama, melakukan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait adanya perlakukan yang berbeda atas permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke-dua dari Sdr. Humprey, dimana tidak adanya penjelasan yang tidak memadai terhadap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) Kedua, padahal terdapat dalam kasus/perkara lain yang diterima.
  • Kedua, indikasi penyimpangan demi penegakkan dan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang melakukan penyimpangan untuk diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...