• ,
  • - +

Artikel

Samsat Payment Online
• Selasa, 11/12/2018 • Darius Beda Daton
 
Darius Beda Daton, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dua tahun terakhir ini, saya selalu diundang sebagai nara sumber sekaligus peserta Rapat Koordinasi Pembina Samsat se-NTT. Hadir dalam rapat koordinasi tersebut, unsur kepolisian daerah dari satuan lalu Lintas Polda dan Polres se-NTT, UPTD Pengelola Keuangan dan Aset daerah (PPKAD) se-NTT, Jasa Raharja se-NTT, dan Dinas Pehubungan se-NTT.  Saya sungguh gembira turut diajak ikut berpartisipasi dalam forum seperti ini dan ikut memikirkan bagaimana caranya meningkatkan pendapatan daerah, apa saja kendala-kendala pencapaian target pendapatan dan strategi mencapai target yang telah dipatok Pemerintah Provinsi NTT. Melalui forum ini, saya merasakan betapa berat beban yang harus dipikul aparatur kita  yang ditugaskan untuk mencari dan meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak. Dari tangan-tangan merekalah, semua objek pajak ditagih untuk selanjutnya dihimpun sebagai pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah. Karena itu model pelayanan Samsat seperti apa yang bisa melayani warga secara cepat, tepat, akuntabel dan informatif sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor: 5 tahun 2015 Tentang  Penyelenggaraan SAMSAT perlu dipikirkan bersama. Samsat corner, samsat drive thrue, samsat keliling, samsat link, samsat payment point dan samsat delivery order adalah model samsat yang bisa kita pilih sesuai kondisi dan kemampuan daerah kita.

Permasalahan Samsat

Sejak Januari-November Tahun 2018, Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT telah menerima 251 laporan masyarakat (Prov/Kab/Kota). Dari jumlah 127 laporan yang memenuhi syarat sebagai laporan, 13 laporan masyarakat diantaranya terkait pelayanan Samsat. Meski jumlah laporan terkait pelayanan Samsat tergolong sedikit, tetapi substansi yang disampaikan beraneka rupa.  Berikut ini substansi keluhan masyarakat NTT terkait pelayanan Samsat. Pertama: waktu tunggu pelayanan belum diatur. Hampir semua keluhan yang disampaikan via sms/WA adalah terkait lamanya waktu tunggu dengan kisaran 1-2 jam. Para pengguna layanan Samsat merasa jenuh jika untuk membayar pajak kendaraan bermotor tahunan saja membutuhkan waktu selama itu. Hal ini belum sejalan dengan Undang-Undang Nomor:  25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mewajibkan standar waktu pelayanan bagi seluruh penyelenggara pelayanan. Kedua: Pelayanan mutasi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) belum terintegrasi sehingga para pemohon harus bolak balik dari kantor samsat di Naikoten 1 ke kantor Ditlantas Polda NTT di Fontein.  Hal ini belum sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor:  5 Tahun 2015 tentang  penyelenggaraan samsat yang menghendaki integrasi sistem. Ketiga: Pelayanan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) baru dari dealer tidak melalui loket umum dan tarif nya diduga melebihi ketentuan tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Polri. Dengan demikian telah terjadi diskriminasi pelayanan hal mana telah dilarang Undang-Undang Nomor; 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Keempat: counter asuransi Jasa Raharja Putra (JRP) berada di dalam loket Samsat, seolah-olah merupakan sistem Samsat. Meski berkali-kali dijelaskan bahwa JRP bukan unsur Samsat, namun penempatan counter JRP di dalam loket bersama-sama Polri, Pemda dan jasa Raharja sebagai unsur Samsat kerap membingungkan pengguna layanan Samsat. Para pengguna layanan merasa terkecoh dan mengira bahwa JRP adalah asuransi wajib sebagaimana Jasa Raharja. Hal ini tidak sejalan dengan surat Sekretaris Daerah Provinsi NTT tanggal 9 Oktober 2017 yang menegaskan agar petugas JRP berada di luar loket dengan memasang spanduk yang bertuliskan asuransi bersifat sukarela tanpa paksaan. Kelima: Minim informasi terkait Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Pengguna layanan Samsat menghendaki agar informasi terkait Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditempel pada loket pelayanan agar diketahui pengguna layanan guna  mencegah main mata antara petugas seksie penetapan dan petugas seksie verifikasi untuk menaikan atau menurunkan nilai pajak. Keenam: ditemukan tambahan persyaratan pembayaran pajak kendaraan bermotor tahunan berupa foto copy KTP dan STNK . Hal mana peryaratan foto copi dimaksud tidak diatur dalam Perkapolri Nomor: 5 tahun 2012  tentang Regident Kendaraan Bermotor. Berbagai permasalahan tersebut hemat saya turut memberi pengaruh terhadap kepatuhan para pembayar pajak.

Mendongkrak Pajak Daerah

Pelayanan Samsat yang cepat, tepat, akuntabel dan informatif tentu ikut memberi andil peningkatan pajak daerah.  Mari kita lihat Pendapatan Asli daerah (PAD) dari sektor pajak daerah, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) karena ratio dua jenis pajak ini sangat memberi andil bagi pendapatan pajak daerah secara keseluruhan. Tengok saja tren komponen pendapatan daerah tahun 2014-2018 dari kelompok pajak daerah berikut ini. Tahun 2014, realisasi Pajak Kendaraan Bermotor mencapai angka Rp. 111.340.862.561 dan terus melonjak naik hingga pada tahun 2018  mencapai Rp 173.208.586.881. Tren peningkatan juga terjadi pada komponen pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Tahun 2014, realisasi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebesar Rp. 175.214.861.575 dan terus melonjak naik hingga pada tahun 2018 ini mencapai Rp 193.519.480.805. Dengan demikian jika pajak daerah khususnya pajak kendaraan bermotor tahun 2018 mencapai target sebesar Rp 834.886.747.000 dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT tahun 2018 sebesar Rp 1.061.828.395.000, maka ratio pajak kendaraan bermotor saja mencapai lebih dari 500 milar sebelum ditambah pajak rokok.

Beberapa Upaya Optimalisasi

Jika Gubernur NTT menghendaki peningkatan yang signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khusus dari pajak kendaraan bermotor maka beberapa upaya optimaliasasi berikut ini bisa dilakukan. Pertama: Ijin operasional kendaraan plat luar daerah NTT agar dibatasi untuk jangka waktu tertentu dan selanjutnya diarahkan untuk di mutasi ke wilayah NTT. Jumlah kendaraan plat luar yang beroperasi di NTT diprediksi mencapai ribuan. Dengan demikian pajak tahunan kendaraan bermotor menjadi penerimaan pemprov NTT. Sebab saat ini, item Sumbangan Pihak Ketiga (SP3) bagi kendaraan plat luar daerah telah ditiadakan dengan berbagai pertimbangan. Kedua: mengkaji ulang tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) melalui revisi Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2010. Saat ini, BBNKB NTT adalah 15 persen dari nilai jual kendaraan. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa warga NTT lebih memilih membeli kendaraan di Surabaya yang BBNKB-nya 10 persen. Dengan begitu pembeli kendaraan masih bisa berhemat puluhan juta rupiah sebelum dipotong ongkos kirim kendaraan ke NTT. Ketiga: identifikasi kembali jumlah kendaraan dan rekonsliasi data kendaraan antara Polri, Dinas Perhubungan dan Organda. Keempat: mengkaji kembali Peraturan Gubernur Nomor: 30 tahun 2017 tentang Pembebasan Sanksi Administrasi  PKB dan BBNKB. Kelima: segera merealisasikan Samsat Payment Online kerja sama dengan Bank NTT atau bank lainnya yang memiliki unit layanan hingga ke pelosok-pelosok desa. Hal ini memudahkan wajib pajak membayar pajak kendaraannya di mana saja tanpa harus datang ke kantor Samsat dan antri selama berjam-jam di sana. Keenam: peningkatan operasional penagihan pajak kendaraan bermotor langsung hingga ke desa-desa, door to door dan operasi gabungan bersama Polri. 


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...