• ,
  • - +

Artikel

Press Release : Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari
• Selasa, 10/04/2018 • Dika Arlitta
 
Penyerahan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) terkait laporan Pulau Pari pada instansi terkait

SIaran Pers 

Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jakarta Raya



Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari

Jakarta, 9 April 2018 - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya melalui Ombudsman RI telah menerima laporan Forum Peduli Pulau Pari mengenai dugaan maladministrasi dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Bumi Pari Asri di Pulau Pari.

Menindaklanjuti laporan, Ombudsman telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap terlapor yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan jajaran sebanyak  4 (empat) kali, serta pihak terkait yaitu Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, Ombudsman melakukan investigasi lapangan di Pulau Pari sebanyak 2 (dua) kali, meminta keterangan Ahli dan melakukan telaah dokumen yang terkait dengan laporan.   

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang terangkum dalam LAHP (Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan) Ombudsman menyimpulkan ditemukan maladministrasi sebagai berikut :

1. Penerbitan SHM (Sertifikat Hak Milik)

ØPenyimpangan prosedur :Penerbitan 62 (enam puluh dua) SHM di Pulau Pari tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) dan (4) serta Pasal 26 Ayat (1), (2) dan (3) PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada pokoknya, Pertama: proses pengukuran tidak diinformasikan atau tidak diketahui oleh warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah.Kedua: Hasil pengukuran/daftar peta bidang tanah tidak diumumkan. Sehingga, warga Pulau Pari tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan keberatan.

ØPenyalahgunaan Wewenang: Penerbitan 62 (enam puluh dua) SHM di Pulau Pari menyebabkan terjadinya monopoli kepemilikan hak atas tanah dan peralihan fungsi lahan di Pulau Pari. Bertentangan dengan ketentuan Pasal 6, 7 dan 13 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

 

 2.  Penerbitan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan)

ØPenyalahgunaan Wewenang:Penerbitan 14 (empat belas) SHGB di Pulau Pari bertentangan dengan:

1.    Pasal 6, 7 dan 13 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

2.    Pasal 2 huruf g UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

3.    Pasal 171 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf e Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

4.    Ketentuan Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Pada pokoknya, penerbitan 14 SHGB di Pulau Pari, mengabaikan fungsi sosial tanah, adanya monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang, melanggar RTRW (kawasan pemukiman), serta melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.

ØPengabaian Kewajiban Hukum :Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak melakukan evaluasi dan pengawasan  terhadap pemegang SHGB atas nama PT. Bumi Pari Asri dan PT. Bumi Raya Griyanusa. Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 35 huruf b PP 40/1996 seharusnya Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang hak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 huruf b dan c PP 40/1996.Pada pokoknya: korporasi pemegang SHGB sejak tahun 2015 tidak melakukan aktivitas di atas tanah atau membiarkan tanah terlantar.

Tindakan Korektif Ombudsman

1.        Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta agar melakukan evaluasi dan gelar terkait  proses penerbitan 62 (enam puluh dua) SHM dan 14 (empat belas) SHGB di Pulau Pari sebagai bentuk akuntabilitas Badan Pertanahan Nasional kepada masyarakat (Pelapor) secara komprehensif. Selanjutnya membuat keputusan administratif terkait keabsahan proses pendaftaran tanah yang terletak di Pulau Pari terkait dengan nama-nama tercantum dimaksud yang pada saat ini memiliki sertifikat atas tanah di Pulau Pari sebagai bentuk pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik.

2.        Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN RI dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta agar melakukan audit internal terhadap Kantor Pertanahan Kota Adminitrasi Jakarta Utara terkait dengan proses penerbitan 62 (enam puluh dua) SHM dan 14 (empat belas) SHGB di Pulau Pari.

3.        Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta agar melakukan evaluasi terkait dengan SK (Surat Keputusan) pemberian SHGB atas nama PT. Bumi Pari Asri dan PT. Bumi Raya Griyanusa di Pulau Pari.

4.        Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar mengembalikan peruntukan Pulau Pari sebagai kawasan pemukiman penduduk/nelayan sesuai dengan ketentuan Pasal 171 Ayat (2) huruf e Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, sebagai upaya perlindungan terhadap pulau-pulau kecil, nelayan, lingkungan dan ekosistem laut. Apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembangkan Pulau Pari sebagai salah satu kawasan wisata di Kepulauan Seribu, pembangunan pariwisata tersebut agar mengintegrasikan kepentingan warga Pulau Pari.

5.        Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta agar melakukan inventarisasi data warga Pulau Pari, pengukuran dan pemetaan ulang terhadap kepemilikan hak atas tanah di Pulau Pari. Jika ada warga yang memiliki alas hak agar segera diproses untuk diperjelas status kepemilikannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.        Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar melakukan inventarisasi seluruh Pulau di Kepulauan Seribu termasuk aset-aset yang ada di atasnya.

7.        Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 dapat berupa permohonan status HPL untuk pulau-pulau di Kep. Seribu dan pengamanan aset-aset milik Pemprov DKI Jakarta.

8.        Tindakan korektif pada angka 1-3 harus disampaikan perkembangannya kepada Ombudsman dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dan pelaksanaan tindakan korektif pada angka 4 -7 disampaikan perkembangannya kepada Ombudsman dalam waktu 60 (enam puluh hari).

 

Dominikus Dalu S  (Plt. Kepala Perwakilan)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...