• ,
  • - +

Artikel

Menikmati Budaya Tertib Lalu Lintas di Belanda
ARTIKEL • Kamis, 19/04/2018 • Dahlena
 

Belanda - Perjalanan enam belas jam dari Jakarta oleh Insan Ombudsman yang tergabung sebagai peserta Training of Trainers Fair Treatment Approach ke Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda tiba pada pukul 6 pagi waktu setempat, Sabtu/7/4/2018.

Awal kegiatan di hari pertama setibanya di Belanda, saya dan rombongan diajak berjalan kaki lebih kurang dua puluh menit dari penginapan menuju lokasi training di Kampus Vriej Universitet (VU), Amsterdam. Lokasi ini menjadi titik terpenting bagi kami selama 3 minggu di Belanda, selain itu, oleh Panitia yang kebetulan mahasiswa Indonesia menunjukkan juga lokasi penting lainnya yaitu arah jalan menuju kampus, swalayan terdekat, pusat kuliner sekaligus mengajarkan cara mengakses tram dan metro (fasilitas umum di sini).

Sambil mengalami sendiri bagaimana mengakses trem dan metro, saya menikmati kondisi lalu lintas saat itu yang menarik untuk diamati dan terlintas saya bandingkan dengan budaya tertib lalu lintas di Indonesia khususnya lalu lintas di perkotaan. Di Indonesia jalan dibagi fungsinya menjadi pedestrian dan jalur kendaraan, tetapi beberapa tempat seperti di kota asal saya bekerja Yogyakarta sudah menyediakan ruang bagi pengguna sepeda dengan garis batas akan walau belum menyeluruh di segala sudut kota.

Itulah perbedaan 'pemandangan' jalanan di Belanda, hampir setiap jalan memiliki ruang bagi pejalan kaki, kendaraan dan pesepeda. Jalur pesepeda menjadi daya tarik utama saya karena dibuat lebar dengan warna konblok agak kemerahan bila dibandingkan dengan konblok bagi pejalan kaki. Dengan banyaknya pesepeda yang melintas, menjadikan jalur pesepeda ini mudah dikenali.

Bergeser pada pemandangan lain, terekam situasi di tengah kota terdapat jalur trem/metro lengkap dengan lampu lalu lintas yang dipasang berdekatan meskipun jarak untuk menyeberang tidak sampai dua meter, suasana lampu yang membuat saya nyaman. Dalam trem yang membawa saya, terlihat tiang-tiang lampu penyeberangan dilengkapi dengan tombol untuk mengaktifkan lampu merah yang pada saat tombol ditekan terlihat setiap orang berhenti menunggu pergantian lampu merah menjadi hijau. Ketika lampu hijau, penanda bagi pejalan kaki menyeberang, saat itu pula terdengar suara ketukan sebagai penanda bagi warga penyandang disabilitas khususnya tuna netra untuk menyeberang. Meskipun jarang sekali dan hampir tidak pernah terlihat penyandang tuna netra menyeberang namun sarana tersebut telah tersedia di setiap ruas jalan.

Saya sangat menikmati dan mengalami sarana lalu lintas yang mendukung, transportasi umum yang nyaman menjadikan setiap orang merasa aman dan nyaman untuk berjalan atau bersepeda. Meskipun di setiap ruas jalan harus berbagi dengan tram, pengendara roda dua dan roda empat. Namun semua berjalan dijalurnya masing-masing dan lampu lalu lintas benar-benar menjadi kendali dan pengatur yang efektif di Belanda.

Hal lain yang saya temui dan tentu saja mendukung adalah soal penegakan hukum yang ketat bagi pelanggaran lalu lintas. Patroli rutin dan sistem tilang yang dilengkapi dengan bukti digital pelanggaran ikut mendukung terwujudnya budaya tertib lalu lintas. Semoga tertib lalu lintas menjadi budaya yang juga akan diwariskan Indonesia ke generasi mendatang. Salam.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...