• ,
  • - +

Artikel

Melayani Partisipasi Publik (Catatan 17 Tahun Ombudsman Republik Indonesia)
• Sabtu, 11/03/2017 • Ahmad Fitri
 

RIAUPOS.CO - Dalam sebuah dialog publik di kantor Ombudsman RI Perwakilan Riau pada Januari 2017 lalu, penulis memaparkan tentang jumlah laporan masyarakat sepanjang 2016 yang disampaikan kepada Ombudsman RI Perwakilan Riau. Laporan yang disampaikan masyarakat terkait dengan adanya dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan peayanan publik.

Banyak data statistik yang dipaparkan, di antaranya data tentang jumlah laporan masyarakat, instansi yang dilaporkan dan berapa banyak laporan yang sudah diselesaikan dan dinyatakan ditutup oleh Ombudsman. Ombudsman RI Perwakilan Riau yang mulai dibentuk dan menjalankan tugas mulai 8 Oktober 2012 telah menerima 162 laporan hingga akhir 2013. Tahun berikutnya pada 2014 mencapai tercatat 246 laporan. Selanjutnya pada 2015 jumlah laporan masyarakat mencapai 201 laporan dan pada 2016 mencapai 203 laporan.

Berdasarkan paparan data-data itu kemudian mengemuka berbagai pandangan dan pertanyaan yang disampaikan peserta dialog yang berasal dari kalangan jurnalis, akademisi, LSM dan juga dari kalangan insan Ombudsman Perwakilan Riau. “Banyaknya laporan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan memperlihatkan betapa penyelenggaraan pelayanan publik di Riau masih bermasalah,’’ ungkap seorang peserta dialog. Kemudian dia juga menambahkan bahwa tingginya tingkat laporan dan pengaduan masyarakat tersebut juga memperlihatkan betapa masih rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.

Atas pandangan seperti ini peserta dialog lainnya kemudian turut ingin bertanya lagi, “Apakah tingginya tingkat laporan atau pengaduan yang disampaikan kepada Ombudsman pertanda rendahnya kualitas pelayanan publik dan bagaimana peran Ombudsman dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik?’’ Pertanyaan ini tentu saja sangat menarik untuk ditanggapi ketika itu. Dan, penulis ingin membahas pandangan dan pertanyaan di atas pada artikel kali ini.

Tugas dan Kewenangan Ombudsman
Banyaknya laporan masyarakat yang disampaikan kepada Ombudsman tidak lepas dari semakin tingginya harapan masyarakat kepada lembaga negara ini. Awalnya kehadiran Ombudsman di Indonesia dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Nomor 44 tahun 2000 pada 10 Maret 2000. Berdasarkan Keputusan Presiden ketika itu dibentuklah lembaga negara Komisi Ombudsman Nasional (KON). Dalam perjalanannya KON juga diberikan mandat untuk menyusun draf rancangan undang undang (RUU) tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Kehadiran KON yang baru dibentuk ketika itu langsung mendapat respon dari masyarakat. Masyarakat yang kecewa atas terjadinya dugaan maladministrasi dan praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik kemudian banyak yang menyampaikan keluhannya kepada KON. Selain menerima laporan masyarakat, KON yang diberi mandat menyusun draf RUU tentang Ombudsman juga terus menjalankan tugasnya. Setelah melalui perjalanan yang panjang akhirnya berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Presiden Republik Indonesia maka disahkan UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pada 7 Oktober 2008.

Dalam UU Nomor 37 tahun 2008 disebutkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam melaksanakan kewenangan ini Ombudsman memiliki tugas di antaranya adalah menerima laporan masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik sendiri telah diatur lebih jauh dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Dalam menjalankan tugas inilah kemudian Ombudsman menerima banyak laporan dari masyarakat yang mengeluhkan terjadinya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Selanjutnya setelah menerima laporan masyarakat tersebut Ombudsman akan melakukan klarifikasi dan investigasi untuk membuktikan apakah terjadi adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaporkan.

Laporan Masyarakat dan Sikap Kritis
Kembali ke pembahasan dalam dialog publik di atas, penulis mencoba untuk berpendapat atas berbagai pandangan dan pertanyaan tadi. Apakah banyaknya jumlah pengaduan merupakan gambaran buruknya kualitas pelayanan publik dan menggambarkan bahwa pelayanan publik masih bermasalah? Penulis tentu tidak sepenuhnya sependapat dengan pandangan ini. Karena dalam penyelenggaraan pelayanan publik pasti akan ditemui berbagai permasalahan yang pada akhirnya akan dikeluhkan oleh masyarakat pengguna layanan.

Banyaknya atau meningkatnya jumlah laporan masyarakat yang disampaikan kepada Ombudsman tentu tidak lepas dari sikap masyarakat yang semakin kritis dalam menyikapi permasalahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sikap kritis tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk laporan kepada Ombudsman.

Banyaknya jumlah laporan atau pengaduan masyarakat juga menggambarkan betapa masyarakat sangat mengharapkan kehadiran sebuah lembaga yang bisa menampung berbagai keluhan yang dialami masyarakat. Untuk itu, tentu saja kehadiran lembaga negara seperti Ombudsman sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Lalu, apakah masyarakat hanya berharap kepada Ombudsman saja untuk menyampaikan laporan atau pengaduan atas penyelenggaraan pelayanan publik? Tentu saja tidak.

Dalam Pasal 36 UU Pelayanan Publik disebutkan penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. UU Pelayanan Publik juga menyebutkan bahwa masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada penyelenggara pelayanan publik, kepada Ombudsman dan kepada DPR dan DPRD. Artinya, tempat masyarakat untuk menyampaikan keluhannya atas penyelenggaraan pelayanan publik bukan semata-mata kepada Ombudsman saja. Tapi juga bisa menyampaikan pengaduannya kepada penyelenggara pelayanan publik itu sendiri.

Pertanyaan selanjutnya, apakah penyelenggara pelayanan publik khususnya di Riau dan terkhusus lagi pemerintah daerah di Riau sudah memiliki unit pengelolaan pengaduan untuk menerima pengaduan dari masyarakat? Berdasarkan observasi dan penilaian atas kepatuhan atas standar pelayanan publik dari pemerintah daerah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada belum banyak OPD yang memiliki unit pengelolaan pengaduan. Ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah di Riau belum sepenuhnya siap dalam menerima dan mengelola pengaduan masyarakat.

Pengelolaan pengaduan oleh penyelenggara pelayanan publik ini tidak hanya diatur dalam UU Pelayanan Publik saja, namun juga diatur lebih jauh dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 tahun 2013. Perpres ini turut mewajibkan penyelenggara pelayanan publik menyediakan sarana pengaduan untuk mengelola pengaduan masyarakat. Juga diatur kembali tentang hak masyarakat untuk menyampaikan pengaduannya kepada penyelenggara pelayanan publik.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan penulis sebelumnya, penyelenggara seharusnya tidak perlu khawatir dengan banyaknya pengaduan masyarakat atas pelayanan yang diberikan. Banyaknya pengaduan masyarakat juga menggambarkan betapa masyarakat ingin turut berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Meningkatnya partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik tentu harus dibarengi dengan kesiapan penyelenggara dalam mengelola pengaduan masyarakat.

Dari banyaknya pengaduan yang disampaikan tentu saja penyelenggara akan mengetahui apa saja kekurangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ketika kelemahan dan kekurangan tersebut sudah bisa diatasi pada akhirnya pelayanan publik yang diberikan akan semakin berkualitas.***


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...