• ,
  • - +

Artikel

Indonesia Tidak Akan Besar Karena Obor di Jakarta, Tapi Akan Bercahaya karena Lilin di Desa
• Senin, 17/04/2017 • Muslimin B Putra
 

Makassarterkini.com - Pada hari Sabtu, 25 Maret 2017, pengurus DPD Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengundang Ombudsman RI Perwakilan Sulsel menghadiri pelantikan pengurus DPD Apdesi Sulsel di gedung Celebes Convention Center (CCC). Saya teringat penyataan Bung Hatta tentang desa, “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”.

Saat ini terdapat 259 desa di Sulsel yang belum teraliri listrik dan telah ditargetkan turun menjadi 230 desa pada akhir tahun 2016 silam. Sebelumnya pada akhir tahun 2015, tercatat masih ada 316 desa yang belum teraliri listrik. Desa-desa yang belum teraliri listrik tersebar di beberapa wilayah kabupaten, seperti Kabupaten Pangkep, Bone, Kepulauan Selayar, Luwu Utara, Luwu Timur, Toraja dan Toraja Utara. Pemerintah Provinsi Sulsel menargetkan tahun 2020 selutuh desa di Sulsel sudah teraliri jaringan listrik.

Dari segi penganggaran, tahun 2016 hanya tersedia dana sekitar Rp 4 milyar dari APBD dan Rp 18 milyar dari APBN untuk program kelistrikan pedesaan di Sulsel, sementara pada tahun 2017 tersedia dana Rp 33 milyar. Dengan anggaran yang terbatas Dinas ESDM Sulsel pada tahun 2016 hanya sanggup membangun dua PLTMH untuk wilayah Pangkep dan Selayar yang masing-masing mampu mengaliri 200 KK.

Sementara untuk konteks nasional, saat ini diperkirakan masih ada sekitar 12.000 desa di seluruh Indonesia yang belum menikmati listrik. Ada 2.519 desa diantaranya yang sama sekali belum teraliri listrik. Sebagian besar desa-desa tersebut berada di wilayah Papua.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber daya mineral giat membangun pembangkit di desa memanfaatkan energi terbarukan lokal untuk menerangi desa-desa di pedalaman yang belum teraliri listrik dari PLN. Pembangkit jenis ini adalah seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga minihidro. Desa-desa yang terpencil cocok dengan dua model pembangkit itu karena sumber energinya rata-rata sudah tersedia di wilayah tersebut.

Desa di Papua

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengungkapkan bahwa tahun 2017 akan dibangun di Kabupaten Puncak, Papua 2 unit PLTM dengan kapasitas 700 kilowatt (kW). Kapasitas listrik sebesar itu bisa mengaliri listrik sebanyak 1.750 kepala keluarga (KK). Di Kabupaten Pegunungan Bintang akan dibangun pula 4 unit pembangkit PLTM dengan kapasitas 1.000 kW. Penerima manfaatnya sebanyak 2.500 KK. Sementara di Kabupaten Mimika 1 Unit PLTS berkapasitas 20 kW untuk menerangi 53 KK. Sedangkan di Kabupaten Supiori akan dibangun 2 unit PLTM kapasistas 1.500 kW untuk 3.750 KK (Detik.com).

Demikian pula di Kabupaten Fakfak akan dibangun 3 unit PLTS dengan kapasitas masing-amsing 30 kW dengan penerima manfaat sebanyak 269 KK. Sedangkan di Kabupaten Raja Ampat 1 unit PLTS dengan kapasistas 50 kW dan PLTM kapasistas 30 kW untuk menerangi 216 KK. Jadi total sebanyak 8.538 KK di pedalaman Papua akan menikmati manfaat PLTS dan PLTM. Bila diasumsikan 1 keluarga berjumlah 4 orang, maka sekitar 40.000 penduduk teraliri listrik.

Berkaca ke Kalbar

Rasio elektrifikasi di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) saat ini mencapai 78 persen. Pada tahun 2021, PLN menargetkan sudah mencapai 96 persen. Untuk mencapai rasio 96 persen, PLN secara bertahap mengalirkan listrik ke 50 desa setiap tahun di Kalbar. Tahun 2016, ada 1.246 desa yang sudah mendapat aliran listrik, maka pada tahun 2021 PLN menargetkan 1.496 desa lagi teraliri listrik.

Pada tahun 2017, target rasio elektrifikasi meningkat menjadi 82 persen, kemudian meningkat pada tahun 2018 menjadi 86,5 persen. Kemudian pada tahun 2019 sudah mencapai 90 persen dan tahun 2020 sudah mencapai 93 persen rasio elektrifikasi di Kalbar. Untuk mencapai target elektrifikasi, maka PLN giat membangun proyek transmisi dan pembangkit listrik untuk mencapai target 50 desa teraliri listrik setiap tahun.

Saat ini, kebutuhan energi listrik di Kalbar sebagian masih di suplay dari Malaysia yakni Sarawak Electricity Supply Corporation (Sesco) dengan harga 1.125/kWh. Harga tersebut dianggap murah oleh PLN karena pembangkit milik Sesco menggunakan air (PLTA). Sementara pembangkit di Kalbar masih menggunakan HSD (High Speed Diesel) yang lebih mahal 1.350 per kWh. Aliran listrik dari Malaysia mengalir melalui Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Bengkayang. Keberadaan GITET Bengkayang untuk menerima listirk dengan tegangan 275 kilovolt (kV) dari Malaysia lalu diturunkan menjadi 150 kV yang dialirkan ke jaringan transmisi yang ada di wilayah Kalbar. Aliran GITET Bengkayang di pasok ke Gardu Induk (GI) Sambas, GI Singkawang, GI Senggiring, GI GI Parit Baru, GI Kota Baru, GI Sei Raya, GI Sianyan, dan GI Bengkayang sendiri.

Saat ini baru beroperasi Mobile Power Plant (MPP) Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) kapasitas 100 MW di Mempawah untuk mencegah ketergantungan energi listrik dari Malaysia. Ketersediaan energi listrik di Kalbar saat ini sebesar 549 MW, dan saat beban puncak mencapai 518 MW.

Rasio Elektrifikasi Sulsel

Rasio elekstrifikasi di Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2016 sudah mencapai 85 persen. Target PLN tahun 2019, mendekati 100 persen rasio elektrifikasi. Bersamaan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia ke 75 tahun pada tahun 2020 sudah 100 persen. Untuk mencapai rasio tersebut, PLN membangun beberapa pembangkit di kawasan pulau-pulau terluar. Sementara untuk listrik pedesaan, persentasenya berkisar 14 persen yang belum teraliri listrik yang berada di Pulau-Pulau maupun di pegunungan yang terpencil. Berarti sekitar 86 persen daerah pedesaan sudah teraliri listrik yang dipenuhi energi dari pembangunan pembangkit listrik skala menengah di sejumlah kabupaten.

Sementara pembanguan pembangkit listrik di pedesaan menjadi perhatian pemerintah provinsi agar mencapai target elektrifikasi 100 persn. Beberapa desa di kabupaten yang belum teraliri listrik PLN diprioritaskan untuk membangun pembangkit listrik tenga surya (PLTS) dan PLTMH serta 40 unit bio gas skala menengan untuk digunakan rumah tangga di pedesaan. Listrik pedesaan akan diarahkan pada pembangunan swakelola dengan sejumlah LSM yang kompeten untuk memenuhu kebutuhan listrik pada tingkat rumah tangga.

Sebaran pembangunan pembangkit listrik skala kecil di pedesaan pada tahun 2017 di Sulsel meliputi pembangunan PLTMH sebanyak 8 unit di Baupaten Luwu, Tana Toraja, Pinrang dan Luwu Utara. sementara pembangunan PLTS terpusat sbanyak 3 unit di Kabupaten Pangkep, Selayar dan Sinjai. Untuk pembangkit Biogas, akan dibangun sebanyak 37 unit di bulukumba (9 unit) dan Luwu Utara (28 unit). Anggaran pembangunan pembangkit skala kecil tersebut berasal dar Dana Alokasi Khusu (DAK) tahun 2017 untuk Program Kedaultan Energi dengan target rasio elektrifikasi 100 persen.

Sayangnya pembangunan infrastruktur listrik di pedesaan tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan jumlah rumah tanggal di pedesaan sehingga rasio elektrifikasi mencapai angka 90 persen. Kapasistas pembangkit listrik di pedesaan yang memiliki kapasistas terbatas tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan rumah tangga sehingga berpengaruh pada rasio elektrifikasi. Ditambah anggaran yang terbatas untuk pembangunan pembangkit dari APBD yang hanya Rp 1,5 milyar sanggup membangun satu unit dan beberapa kabupaten mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari kementerian.

Berkaca pada Papua dan Kalbar, agaknya pencapaian rasio elektrifikasi 100 persen di Sulsel harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat baik melalui Kementerian ESDM maupun PLN agar tahapan mencapai rasio ideal menjadi terwujud saat perayaan kemerdekaan ke-75 nanti. Agar seluruh masyarakat khususnya daerah-daerah pedesaan di Sulsel dapat menikmati kemerdekaan dalam suasana terang benderang di malam hari.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...