• ,
  • - +

Artikel

Hak Ibu Menyusui Dalam Pelayanan Publik
• Kamis, 20/12/2018 • Upi Fitriyanti, S.P.
 
Upi Fitriyanti - Asisten Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Lampung.

LAMPUNG - Indonesia menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Peringatan Hari Ibu. Jika kita menengok ke belakang sejarah lahirnya Hari Ibu yang merupakan tanggal dilaksanakannya Kongres Perempuan Indonesia I (Pertama) pada tanggal 22 Desember 1928 yang bertempat di Yogyakarta. Salah satu agenda yang juga dibahas adalah terkait perbaikan gizi bagi ibu dan balita pada saat itu, bukan hanya membahas tentang kesetaraan perempuan dan pemberdayaan perempuan.

Isu tentang pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membina keluarga melalui peningkatan pengetahuan terkait Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) masih belum dilakukan secara massif. Selama ini gerakan perempuan lebih banyak fokus kepada bagaimana relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan menjadi setara, sedikit sekali yangconcern terhadap permasalahan kesehatan ibu dan anak salah satunya dengan edukasi tentang hak-hak menyusui.

 

Manfaat Menyusui

Kita semua mungkin sudah mengetahui berbagai manfaat ASI Eksklusif antara lain memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak, anak yang diberi ASI Eksklusif akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai dengan beberapa kajian dan fakta global.  Kajian global "The Lancet Breastfeeding Series, 2016 telah membuktikan bahwa menyusui Eksklusif menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan dan sebanyak 31,36% (82%) dari 37,94% anak sakit, karena tidak menerima ASI Ekslusif.  Investasi dalam pencegahan BBLR, Stunting dan meningkatkan IMD dan ASI Eksklusif berkontribusi dalam menurunkan risiko obesitas dan penyakit kronis (Patal, 2013). Tidak menyusui berhubungan dengan kehilangan nilai ekonomi sekitar $302 milyar setiap tahunnya atau sebesar 0-49% dari Pendapatan Nasional Broto (Lancet, 2016).

Selama ini menyusui selalu dikaitkan dengan peningkatan kesehatan Ibu dan Anak, padahal menyusui bukan hanya bermanfaat bagi peningkatan kesehatan Ibu dan Anak tapi juga bagi perekonomian sebuah negara.  Hal ini termuat dalam jurnal yang dituliskan oleh Siregar et al. International Breastfeeding Journal (2018) 13:10 menunjukan tingginya biaya yang ditimbulkan mencapai Rp. 1,6 Triliun/tahun untuk biaya perawatan kesehatan yg dikeluarkan karena tidak menyusui sesuai rekomendasi pemerintah, khususnya kasus diare dan infeksi pernapasan.  Selain itu   Biaya perawatan kesehatan 10% di luar pengeluaran orangtua membeli susu formula dan perlengkapannya. Berlaku pada semua kelompok ekonomi, karena semakin tinggi pendapatan umumnya memilih fasilitas kesehatan yang lebih mahal.

 

Hak Ibu Menyusui

Secara regulasi ibu menyusui telah mendapatkan perlindungan hukum melalui berbagai regulasi yang sudah ada, antara lain UU 36/2009 tentang Kesehatan, UU 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, PP 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, Permenkes 15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui  dan/atau Memerah Air Susu Ibu, Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan Nomor 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan 1177/MENKES/ PB/XII/2008 Tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.

ASI Eksklusif menjadi bagian dalam program Pemerintah untuk bidang kesehatan sebagaimana di atur dalam Pasal 128 UU 36/2009 tentang Kesehatan ayat (1) setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. (2) selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan di tempat sarana umum.

Khusus untuk ibu menyusui yang kembali bekerja, negara juga menjamin hak ibu bekerja agar dapat terus memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Walaupun cuti melahirkan di Indonesia yang hanya 3 bulan, namun negara menyatakan bahwa ibu bekerja dapat terus memberikan ASI kepada anaknya dengan memerah dan menyusui selama jam kerja. Sebagaiman diatur dalam Pasal 83 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Jika ibu bekerja pada Instansi Non Pemerintah (Swasta) yang masih menyusui tidak mendapatkan hak-haknya untuk tetap memberikan ASI dapat menyampaikan pengaduan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas Kesehatan didaerahnya masing-masing. Pemerintah Daerah Selaku instansi Pemerintah yang memiliki tanggungjawab untuk melakukan membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat. Selain itu Ibu menyusui juga berhak mendapatkan pelayanan dalam bentuk penyediaan ruang laktasi pada fasilitas publik dan fasilitas kerja, sebagaimana diatur dalam Permenkes 15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui  dan/atau Memerah Air Susu Ibu.

Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik sebagaimana amanah UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, juga dapat berperan dalam melakukan pengawasan untuk memastikan apakah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan menjalankan kewajibannya sebagai penyelenggara pelayanan publik dalama menjalankan kewajibannya dan menyukseskan program ASI Eksklusif. Untuk itu para Ibu menyusui mendapatkan hak-haknya tersebut dan menyampaikan keluhannya kepada instansi terkait bahkan kepada Ombudsman Republik Indonesia selaku pengawas pelayanan publik apabila keluhan yang disampaikan tidak mendapatkan tanggapan secara patut. Partisipasi masyarakat dalam hal ini Ibu menyusui dalam melakukan pengawasan dalam penerapan regulasi terkait ASI Eksklusif ini memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan bidang kesehatan.


Dukungan Menyusui

Jika bicara dukungan menyusui maka ada banyak dukunganyang harus diterapkan. Mulai dari dukungan keluarga, dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi dan pengawasannya, penyediaan tenaga kesehatan yang berkompeten terkait permasalahan menyusui, penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas kesehatan pendukung menyusui serta dukungan dari masyarakat salah satunya dukungan dari fasilitas kerja yang memberikan dukungan penuh bagi ibu bekerja untuk tetap dapat menyusui bayinya. Selain itu dukungan dari masyarakat juga bisa dengan membentuk komunitas atau organisasi yang memberikan dukungan kepada Ibu menyusui salah satu organisasi pendukung ibu menyusui yang sudah ada adalah Asosiasi Ibu menyusui Indonesia (AIMI) yang saat ini ada di 16 (enam belas) Provinsi.

Regulasi memiliki peran penting dalam kesuksesan program ASI Eksklusif sebagai bagian dari dukungan menyusui (supporting system). Hal ini terkait perlindungan hukum kepada Ibu menyusui terhadap hak-haknya, namun yang paling penting adalah bagaimana regulasi tersebut efektif dalam implementasinya.  Saat ini regulasi telah mengatur sanksi dalam bentuk sanksi administratif dalam bentuk teguran lisan, tertulis dan/atau pencabutan izin, apabila terdapat tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tidak menjalankan amanah PP 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.

Untuk mencapai pemberian ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai keuntungan dan keunggulan pemberian ASI, gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui, akibat negatif dari pemberian makanan botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI.Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan. Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif yang dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.

Satu hal yang penting yang di atur dalam Pasal 17 PP 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah larangan setiap tenaga kesehatan memberikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian asi eksklusif kecuali dalam hal diperuntukan karena adanya indikasi medis, ibu tidak ada, ibu terpisah dari bayi. setiap tenaga kesehatan juga dilarang menerima dan/atau mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif. Maka dengan regulasi tersebut para ibu menyusui dan keluarga memiliki perlindungan hukum untuk menuntut haknya saat ada fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan yang tidak menjalani regulasi tersebut. belum banyak ibu menyusui dan keluarganya mengetahui bahwa hak-hak untuk menyusui dilindungi secara hukum.  Untuk perlu dilakukan sosialisasi, pengawasan dan evaluasi internal dalam pelaksanaan regulasi tersebut, sehingga regulasi yang ada efektif dalam mendorong meningkatkan angka ibu menyusui di Indonesia.

Minimnya kesadaran dan pemahaman tenaga kesehatan mengenai regulasi dan kebijakan terkait menyusui di Indonesia ini terdapat dalam Hasil Riset Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak dan AIMI (2013) terhadap 235 orang tenaga kesehatan (Dokter Spesialis Kandungan, Dokter Spesialis Anak, Bidan, Perawat dan Tenaga Kesehatan lainnya yang terkait perawatan ibu & bayi, dari 10 RS di 5 kota (Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang dan Jogjakarta) dengan hasil sebagai berikut:

1.      30% tenaga kesehatan mengaku pernah menerima sampel gratis atau sponsor dari produsen formula setelah disahkannya UU 36/2009

2.      Lebih dari 75% tenaga kesehatan tidak merujuk ibu dengan kesulitan menyusui ke klinik laktasi atau konselor menyusui

3.      + 30% tenaga kesehatan yang telah mendapat sosialisasi UU 36/2009 dan PP 33/2012 menyatakan tidak ingatdan+ 30% menyatakan tidak tahu mengenai isi UU dan PP tersebut

4.      Lebih dari 70% tenaga kesehatan tidak mengetahui sanksidari pelanggaran UU 36/2009 dan PP 33/2012

Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan berbagai regulasi dan kebijakan terkait menyusui di Indonesia karena proses menyusui menjadi bagian dari pelayanan publik yang seharusnya dapat diterima oleh masyarakat dalam hal ini perempuan/ibu melalui berbagai program yaitu edukasi, informasi sampai dengan pendampingan mulai dari proses kehamilan sampai dengan proses menyusui dari fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Pada akhirnya kita berharap peringatan Hari Ibu yang dirayakan setiap tahunnya juga berdampak positif terhadap pemberian dukungan kepada hak-hak ibu menyusui di Indonesia, sehingga meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak di Indonesia. (ORI-Lampung)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...