• ,
  • - +

Artikel

Gubernur DKI Jakarta Abaikan Rekomendasi Ombudsman
ARTIKEL • Jum'at, 18/05/2018 • Asep Cahyana
 
Asisten Ombudsman RI melakukan peninjauan lapangan ke TPU Malaka II Kampung Rawadas Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta Timur

Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyesalkan tindakan Gubernur DKI Jakarta yang tidak menjawab dua surat Ombudsman terkait monitoring pelaksanaan Rekomendasi. Surat pertama tertanggal 18 Desember 2017 hanya ditanggapi dengan adanya perwakilan Inspektorat Provinsi DKI Jakarta ke Kantor Ombudsman, namun jawaban tertulis tidak pernah disampaikan kepada Ombudsman. Adapun surat kedua tertanggal 28 Maret 2018 hingga saat ini belum ada jawabannya pula.

Sebelumnya pada tahun 2014, Ombudsman telah mengeluarkan Rekomendasi Nomor: 0013/REK/0777.2013/PBP.46/XII/2014 tanggal 3 Desember 2014. Rekomendasi tersebut dikeluarkan menindaklanjuti laporan masyarakat atas nama Seman bin Boih terkait tanah miliknya yang digunakan sebagai pemakaman TPU Malaka II Kampung Rawadas Kelurahan Pondok Kopi di Jakarta Timur berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 1977. Ia melapor karena sejak saat itu tanahnya belum memperoleh pembebasan dan ganti rugi oleh Pemprov DKI. Kakek kelahiran tahun 1947 tersebut terpaksa masih membanting tulang sebagai seorang penarik sampah akibat tidak bisa menikmati haknya secara adil.

Kepala Keasistenan Resolusi dan Monitoring, Siti Uswatun Hasanah menyebutkan bahwa Ombudsman merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk segera menginstruksikan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta agar segera melakukan pembebasan dan merealisasikan pembayaran ganti rugi atas tanah milik Seman bin Boih berdasarkan Girik C Nomor 237 Persil 47 Blok S.II Pondok Kopi, Kampung Rawadas, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur seluas 2.500 M2 yang saat ini telah digunakan untuk kurang lebih 30 (tiga puluh) makam. Namun dalam jawaban yang diterima Ombudsman tertanggal 10 Februari 2015, Gubernur Ahok menyatakan malah menyarankan agar permasalahan dimaksud diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Jawaban di atas tentu tidak bisa dibenarkan dan selalu dijadikan alasan bagi banyak kepala daerah, dimana atas kesalahan mereka lantas warga yang menjadi korban. Artinya kesalahan yang dilakukan karena kurang cermat dalam proses verifikasi dan kelalaian dalam memberikan ganti rugi yang dilakukan oleh aparaturnya lantas diserahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikan sendiri melalui jalur pengadilan yang notebene lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Gubernur Anis sebenarnya menjadi harapan baru bagi kakek Seman untuk memperoleh keadilan. Namun sayang, surat monitoring yang disampaikan Ombudsman pun sudah lima bulan tidak memperoleh jawaban Gubernur. Saat Ombudsman menemuinya kemarin, kakek Seman terlihat khawatir dengan kondisi tersebut. Ia semakin khawatir karena kuburan yang menggunakan tanahnya saat ini telah mencapai jumlah 100 kuburan.

"Kami menyayangkan tindakan Pak Gubernur. Pelapor ini masyarakat kecil, seharusnya memperoleh perhatian dari Pemerintah. Benar bahwa Rekomendasi dikeluarkan pada masa gubernur sebelumnya, tapi tanggung jawab tersebut melekat pada jabatan gubernurnya, bukan personal. Ini malah jawab surat pun tidak", sesal Tatun sapaan akrab Siti Uswatun Hasanah.

Melihat tidak adanya itikad baik untuk menjawab surat Ombudsman, ia menyatakan akan segera mengundang Gubernur DKI ke Kantor Ombudsman. "Kami akan menyampaikan kepada Pimpinan agar segera memanggil Gubernur DKI ke Kantor Ombudsman untuk menjelaskan pelaksanaan Rekomendasi ini", tandasnya.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...